Kutub.co-Perubahan iklim kini menjadi salah satu isu global yang paling mendesak, dengan dampaknya yang luas mencakup kerusakan lingkungan, bencana alam, dan ancaman terhadap keberlangsungan hidup manusia. Namun, ada dampak yang sering luput dari perhatian, yaitu bagaimana krisis iklim dapat meningkatkan risiko kekerasan terhadap perempuan.
Secara tidak langsung, perubahan iklim memperdalam ketidaksetaraan gender. Perempuan, terutama di negara-negara berkembang, kerap menjadi pihak yang paling terdampak ketika menghadapi bencana alam seperti banjir, kekeringan, dan badai. Dalam situasi ini, mereka sering kehilangan akses terhadap sumber daya penting seperti air, makanan, dan tempat tinggal, yang membuat mereka semakin rentan terhadap eksploitasi dan kekerasan.
Laporan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menunjukkan bahwa perempuan dan anak perempuan memiliki risiko lebih besar terkena kekerasan berbasis gender selama dan setelah bencana terjadi. Kondisi darurat sering kali menciptakan ketidakstabilan sosial dan ekonomi yang memperburuk pola kekerasan yang sudah ada sebelumnya.
Perubahan iklim juga menyebabkan jutaan orang terpaksa meninggalkan rumah mereka. Perempuan yang menjadi pengungsi kerap menghadapi risiko kekerasan seksual di kamp-kamp pengungsian. Minimnya perlindungan dan infrastruktur yang memadai di tempat-tempat ini meningkatkan peluang mereka menjadi korban perdagangan manusia atau bentuk eksploitasi lainnya.
“Bencana terkait iklim meningkatkan stres dan kerawanan pangan dalam keluarga yang dapat menyebabkan peningkatan kekerasan. Pemerintah perlu memasukkan pertimbangan kekerasan terhadap perempuan ke dalam perencanaan iklim dan bencana,” papar Peneliti utama Profesor Jenevieve Mannell dari Institut Kesehatan Global University College London, Inggris.
Sebagai ilustrasi, di kawasan sub-Sahara Afrika, kekeringan ekstrem telah memicu migrasi besar-besaran. Dalam perjalanan mencari tempat yang lebih aman, banyak perempuan dilaporkan mengalami pelecehan seksual atau kekerasan fisik. Hal ini menggambarkan betapa krisis iklim memperburuk kerentanan perempuan di berbagai belahan dunia.
Untuk mengurangi dampak perubahan iklim terhadap kekerasan berbasis gender, diperlukan langkah-langkah yang terintegrasi dan berbasis keadilan gender. Beberapa strategi yang dapat diterapkan meliputi:
- Kebijakan yang Responsif Gender: Kebijakan perubahan iklim harus mengintegrasikan perspektif gender, termasuk dalam upaya mitigasi dan adaptasi.
- Pemberdayaan Perempuan: Memberikan akses kepada perempuan terhadap pendidikan, pelatihan keterampilan, dan sumber daya ekonomi dapat membantu mengurangi kerentanan mereka.
- Meningkatkan Keamanan di Tempat Pengungsian: Membangun infrastruktur yang aman, seperti pencahayaan yang memadai dan fasilitas ramah perempuan, dapat melindungi mereka dari kekerasan.
Dunia tidak boleh mengabaikan dampak perubahan iklim terhadap ketidaksetaraan gender dan kekerasan terhadap perempuan. Dibutuhkan solidaritas global, investasi dalam pembangunan berkelanjutan, serta advokasi untuk kesetaraan gender guna menciptakan dunia yang lebih aman dan adil bagi semua.
Dengan memahami hubungan erat antara krisis iklim dan kekerasan berbasis gender, kita dapat mengambil langkah konkret untuk melindungi perempuan dan mewujudkan masa depan yang lebih berkelanjutan.