Kutub.co–Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita temui pria dewasa yang secara fisik tampak matang, tetapi secara emosional masih menunjukkan perilaku kekanak-kanakan. Fenomena ini kerap menimbulkan pertanyaan: apakah mereka terjebak dalam luka masa kecil yang belum pulih (inner child) atau justru sedang mengalami sindrom manchild?
Psikolog klinis dan konselor hubungan, Dr. Sari Novitasari, M.Psi, menjelaskan bahwa meskipun kedua istilah tersebut sama-sama berakar dari masa kanak-kanak, keduanya memiliki arti, gejala, dan dampak yang sangat berbeda dalam kehidupan pria dewasa.
mengutip dari laman magdaline “Inner child adalah sisi emosional dalam diri seseorang yang merekam pengalaman masa kecil, baik yang menyenangkan maupun menyakitkan. Bila disadari dan diproses dengan sehat, inner child justru bisa menjadi sumber empati, kreativitas, dan kepekaan sosial,” ujar Dr. Sari dalam webinar Kematangan Emosional dalam Relasi Dewasa.
Sebaliknya, manchild merujuk pada kondisi ketidakmatangan psikologis yang menetap. Pria dengan kecenderungan ini enggan mengambil tanggung jawab dewasa dan cenderung bergantung pada orang lain baik secara emosional maupun praktis.
“Manchild bukan bagian dari proses penyembuhan luka batin, melainkan bentuk penolakan terhadap kedewasaan. Ia cenderung menyalahkan orang lain, sulit diandalkan, dan tidak mampu membangun relasi yang setara,” jelasnya.
Manchild vs Inner Child: Apa Bedanya?
Manchild lebih ke arah pola perilaku kekanak-kanakan yang terus dipertahankan, bahkan dijadikan semacam “gaya hidup.” Biasanya, mereka tidak sadar bahwa sikapnya bermasalah, atau malah sengaja menolak untuk berubah.
Berikut beberapa ciri khas dari manchild:
- Kesulitan membuat keputusan penting dalam hidup
- Gampang lari dari tanggung jawab, baik dalam pekerjaan maupun hubungan
- Bersikap egois dan impulsif
- Ingin terus dimanjakan dan diperhatikan
- Tidak mampu mengelola emosi: mudah marah, ngambek, atau drama saat keinginannya tak terpenuhi
Perilaku seperti ini tidak hanya menyulitkan si manchild sendiri, tetapi juga melelahkan bagi pasangan, keluarga, hingga rekan kerja.
Sementara itu, inner child yang belum pulih biasanya tampak melalui:
- Ketakutan akan ditinggalkan
- Rasa rendah diri yang dalam
- Reaksi emosional berlebihan terhadap konflik kecil
- Kebutuhan akan validasi yang terus-menerus
Jika disadari dan diolah secara sehat, luka-luka inner child bisa menjadi pintu menuju pertumbuhan diri. Tapi jika dibiarkan, ia bisa memengaruhi hubungan dan kesejahteraan psikologis.
Manchild dalam Hubungan: Biar Enggak Habis Energi
Menjalin hubungan dengan seorang manchild bisa terasa seperti punya pasangan dan anak dalam satu tubuh. Di awal mungkin terasa lucu dan menggemaskan, tapi lama-lama, kamu bisa kelelahan secara emosional.
Berikut beberapa cara menghadapi manchild dalam hubungan, seperti dikutip dari Marriage: How to Identify If Your Husband Is a Man-Child:
1. Sadari dan Akui Pola yang Terjadi
Langkah pertama adalah kesadaran. Jangan terus berharap dia akan berubah sendiri. Jika dari dulu perilakunya konsisten kekanak-kanakan, itu bukan kebetulan—itu pola.
2. Pasang Batas yang Tegas
Tanpa batas, manchild akan terus mencari celah. Tentukan batasan emosional yang jelas dan konsisten menjaganya. Ini bukan tentang menjadi kejam, tapi bentuk kasih sayang pada diri sendiri.
3. Ajak Ngobrol dengan Cara Dewasa
Pilih waktu yang tenang untuk bicara. Gunakan kalimat “aku merasa” alih-alih menyalahkan. Contoh: “Aku butuh partner yang bisa diajak kerja sama.” Hindari nada menghakimi yang bisa memicu defensif.
4. Stop Jadi ‘Pengasuh’
Semakin kamu memanjakan, semakin dia nyaman dalam ketidakdewasaan. Kadang kita tidak sadar sudah terlalu sering mengambil alih segalanya. Saatnya lepas kontrol yang bukan tanggung jawabmu.
5. Tanyakan ke Diri Sendiri: Masih Sehat Enggak Hubungannya?
Renungkan, apakah hubungan ini membuatmu bertumbuh atau justru terkuras? Apakah kamu merasa setara atau malah seperti orang tuanya?
Jadi kutubers, Membedakan antara manchild dan inner child penting agar tidak salah dalam merespons. Inner child membutuhkan pemulihan, sementara manchild butuh dorongan untuk bertumbuh. Keduanya berbeda arah yang satu ingin sembuh, yang lain enggan berubah.
Kematangan emosional bukan soal usia, tapi keberanian menghadapi diri sendiri. Pria yang mampu berdamai dengan masa lalunya dan memilih bertumbuh akan jauh lebih siap membangun relasi yang sehat, stabil, dan setara.