Kutub.co-Kekerasan terhadap wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistik masih terus terjadi. Meskipun mereka menyampaikan kebenaran dan menyajikan informasi yang dibutuhkan publik, ancaman seperti intimidasi, perundungan, doxing, hingga aksi ekstrem seperti pembunuhan dan pembakaran rumah masih menghantui mereka. Oleh karena itu, perlindungan terhadap profesi jurnalis menjadi hal yang sangat penting.
Untuk memperkuat keamanan dan perlindungan bagi wartawan, Dewan Pers bekerja sama dengan International Media Support (IMS) dengan menandatangani nota kesepahaman (MoU) bertajuk “Meningkatkan Keamanan dan Standar Profesional Wartawan di Indonesia” pada Kamis, 6 Maret 2025, di Gedung Dewan Pers, Jakarta.
Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, menyatakan bahwa kemitraan dengan IMS merupakan langkah strategis dalam meningkatkan keselamatan serta profesionalisme jurnalis. Ia menegaskan bahwa meskipun berbagai upaya perlindungan telah dilakukan, penegakan kebebasan pers tetap memerlukan kerja sama dari berbagai pihak. Sebelumnya, Dewan Pers telah menjalin kerja sama dengan Polri, Mahkamah Agung (MA), serta Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) untuk melindungi wartawan dari kriminalisasi dan ancaman kekerasan. Namun, kolaborasi lebih luas masih diperlukan, termasuk perlindungan khusus bagi jurnalis perempuan.
Dalam kesempatan tersebut, Ninik mengapresiasi peran IMS dalam membantu menyusun konsep perlindungan serta melibatkan pemangku kepentingan terkait. Ia menegaskan bahwa kerja sama ini tidak hanya sebatas merancang mekanisme perlindungan, tetapi juga memastikan implementasi dan pengawasan kebijakan tersebut. Ia menyoroti pentingnya regulasi yang mengikat agar lembaga-lembaga terkait dapat lebih efektif dalam mencegah kekerasan terhadap jurnalis.
Sementara itu, Direktur Regional IMS Asia, Lars Bestle, menegaskan komitmen IMS dalam mendukung jurnalisme yang berorientasi pada kepentingan publik dengan menjunjung tinggi kebebasan pers dan independensi media. Menurutnya, memastikan keselamatan wartawan dari ancaman kekerasan merupakan salah satu prioritas utama IMS.
“Kolaborasi ini sangat penting untuk membangun ekosistem media yang berkelanjutan di Indonesia,” ujar Lars, seraya menambahkan bahwa model kerja sama serupa juga akan dikembangkan di negara-negara Asia lainnya, bahkan hingga tingkat global.
Saat ini, penyusunan mekanisme nasional untuk perlindungan jurnalis di Indonesia tengah berlangsung dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk konstituen Dewan Pers, Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ), instansi pemerintah, akademisi, serta organisasi masyarakat sipil. Proses ini diawali dengan serangkaian diskusi kelompok terarah (FGD) yang telah dilakukan sebanyak tiga kali.
Tim penyusun berupaya merumuskan mekanisme perlindungan berdasarkan tiga pilar utama, yakni pencegahan, perlindungan, dan penegakan hukum. Hasil akhir dari perumusan ini nantinya akan disosialisasikan guna meningkatkan pemahaman pihak-pihak terkait terhadap aturan dan Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Dalam acara penandatanganan MoU tersebut, juga digelar sesi pemaparan mengenai kondisi media dan jurnalis di Indonesia untuk menekankan urgensi mekanisme perlindungan ini. Sesi ini menghadirkan Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Nani Afrida, serta Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Wahyu Dhyatmika.
Data dari Federasi Jurnalis Internasional (IFJ) menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2024, sebanyak 516 jurnalis dipenjara dan 122 wartawan serta pekerja media terbunuh, termasuk di kawasan konflik seperti Timur Tengah dan Gaza. Dalam paparannya, Nani Afrida menyoroti berbagai kasus kekerasan terhadap wartawan di Indonesia, mulai dari gugatan perdata terhadap media di Makassar senilai Rp700 miliar, pembunuhan jurnalis Rico Sempurna yang disertai pembakaran rumahnya, penganiayaan terhadap jurnalis Hary Kabut di NTT, hingga teror bom di kantor redaksi Jubi di Papua. Selain itu, ada pula kasus perusakan mobil jurnalis Tempo serta praktik swasensor dan pemaksaan penurunan berita (take down). Menurut Nani, banyak dari kasus tersebut belum mendapatkan penyelesaian yang jelas hingga saat ini.
Acara ini turut dihadiri oleh berbagai perwakilan penting, termasuk Saiti Gusrini dari Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam, Ranga Kalansooriya selaku Penasihat Regional IMS Asia, Eva Danayanti sebagai Manajer IMS Indonesia, serta perwakilan dari Kedutaan Besar Inggris dan Swiss. Hadir pula anggota Dewan Pers, A. Sapto Anggoro dan Asep Setiawan, serta Pemimpin Redaksi Suaradotcom, Suwarjono, yang mewakili masyarakat pers.