Alisa Wahid: Toleransi Beragama di Indonesia Perlu Ditingkatkan

Hasemi

No Comments

Jakarta, Kutub.coAlisa Wahid, putri Presiden keempat Republik Indonesia, KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, mengungkapkan pandangannya mengenai kondisi toleransi di Indonesia dalam wawancara eksklusif di program Q&A yang tayang di MetroTV pada Minggu, 2 Februari 2025, pukul 20.05 WIB.

Dalam wawancara tersebut, Alisa menyoroti adanya penurunan tingkat toleransi antaragama dibandingkan beberapa dekade lalu.

“Sekitar tiga hingga empat dekade yang lalu, masyarakat Indonesia memiliki toleransi yang cukup tinggi terhadap perbedaan agama, meskipun masih terdapat batasan dalam hubungan antarsuku. Kini, perbedaan suku bukan lagi menjadi masalah utama, tetapi justru toleransi berbasis agama yang perlu diperkuat kembali,” jelasnya.

Alisa juga menggarisbawahi peran besar Gus Dur dalam memperjuangkan keberagaman, salah satunya melalui kebijakan yang menghapus regulasi pembatasan budaya masyarakat Tionghoa.

“Pada tahun 1960-an, warga Tionghoa dilarang menggunakan nama asli mereka dan tidak diperbolehkan merayakan Imlek. Saat menjabat sebagai presiden, Gus Dur mencabut larangan ini serta menetapkan Imlek sebagai hari besar nasional,” katanya. Berkat kebijakan tersebut, Gus Dur pun mendapat julukan ‘Bapak Tionghoa Indonesia’.

Selain itu, dalam sesi diskusi yang sama, penulis sekaligus pengamat sosial Kang Maman Suherman berbagi pengalaman pribadinya dengan Gus Dur. Ia menceritakan bagaimana doa dari Gus Dur berperan dalam kelancaran ibadah hajinya serta bagaimana sosok Gus Dur memberikan pengaruh besar bagi banyak orang.

Lebih lanjut, Alisa juga menyoroti bagaimana keluarganya terus meneruskan nilai-nilai yang diwariskan Gus Dur. “Kami selalu diberikan kebebasan untuk memilih jalan hidup masing-masing. Gus Dur kerap mengatakan, ‘Dalam menentukan pilihan, tidak harus melihat bapak’. Karena itu, saya lebih memilih untuk bergerak di tingkat masyarakat melalui Gusdurian serta berbagai komunitas sosial,” ujarnya.

Saat ditanya mengenai keputusannya untuk terlibat dalam gerakan sosial dibanding terjun ke dunia politik, Alisa menegaskan bahwa perubahan yang bertahan lama harus dimulai dari masyarakat itu sendiri.

“Jakarta tidak merepresentasikan keseluruhan Indonesia. Jika rakyat masih belum berdaya, maka para politisi akan terus memanfaatkan situasi tersebut. Saya percaya bahwa perubahan dari akar rumput lebih berkelanjutan dibandingkan kebijakan instan yang datang dari atas,” tuturnya.

Alisa Wahid, Gusdur, Gusdurian, Indonesia, Keberagaman, MetroTv, Moderasi Beragama, Q&A, Tionghoa, toleransi

Artikel Lainnya

Tari Tarekat Pukat, Jadi Pusat Perhatian di Acara Pelepasan Siswa-Siswi MA MTs Nurul Iman

Pulihkan Hutan Bekas Tambang, Aksi Nyata Kelompok Tani Selamatkan Lingkungan Bersama BRI Menanam-Grow & Green

Maria-Salah Satu Peserta Wanita dari SMAN 1 Wamena di Academy of Champions

Leave a Comment