Kutub.co-Kota Bandung, Pimpinan Wilayah (PW) Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Barat sukses menggelar kegiatan Training of Trainer (ToT) bertajuk “Sekolah Inklusi Perempuan” pada 23 hingga 25 Agustus 2024 di Five Hotel Hyper Square, Bandung. Kegiatan ini diikuti oleh 25 peserta yang terdiri dari pengurus PW Fatayat NU Jawa Barat dan perwakilan lintas iman serta keyakinan.
ToT ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas para peserta dalam memahami konsep inklusivitas dan keberagaman. Beberapa materi utama yang disampaikan dalam kegiatan ini meliputi: Mengenal Gender Equality, Disability and Social Inclusion (GEDSI) yang dipresentasikan oleh Dr. Antarini Sama, Senior Gender Advisor dari USAID Harmoni, yang membahas pentingnya kesetaraan gender, disabilitas, dan inklusi sosial, Implementasi Konsep Islam Rahmatan Lil Alamin untuk Membangun Masyarakat Inklusif oleh Dr. Istianah, yang menyoroti bagaimana ajaran Islam dapat mendukung terciptanya masyarakat yang inklusif dan adil, Mengenal Konsep Intoleransi, Radikalisme, dan Ekstremisme oleh Arfi Pandu Dinata dari Jaringan Kerja Antar Umat Beragama (Jakatarub), yang menjelaskan bahaya intoleransi dan cara mencegah radikalisme, Memahami masyarakat dengan Participatory Rural Appraisal (PRA) serta Pengorganisasian Masyarakat yang dibawakan oleh Muhammad Choirul Anam dari Komisioner Komnas HAM 2017-2022, yang memfokuskan pada teknik partisipatif dalam pemberdayaan masyarakat.
Dr. Neng Hannah, selaku Project Koordinator Inklusi, menjelaskan bahwa kegiatan ini adalah kolaborasi bersama dengan Konsorsium INKLUSI, yang terdiri dari PW Fatayat NU Jatim, PW Fatayat NU Jabar, Maarif Institute, Setara Institute, UNIKA Soegijapranata, Yayasan Inklusif, dan INFID. “Mengapa Sekolah Inklusi Perempuan? Harapannya, pemimpin perempuan yang hadir dapat memiliki cara pandang yang inklusif dan mampu bekerja sama dengan orang lain, merayakan dan merawat perbedaan, sambil tetap memegang nilai-nilai yang diyakini,” ujar Dr. Neng Hannah. “Sebagai output dari kegiatan ini, karena ini berbentuk ToT, diharapkan peserta memahami pentingnya nilai-nilai inklusivitas dan dapat mempraktikkannya di komunitas masing-masing dengan mengintegrasikan program-program yang sudah ada.”
Dalam waktu yang bersamaan Hirni Kifa Hazefa, Ketua PW Fatayat NU Jawa Barat, mengajak para peserta untuk menjadikan pertemuan ini sebagai kesempatan untuk saling bertemu dan mengenal satu sama lain, mengingat latar belakang agama dan keyakinan yang beragam di antara mereka. “Ketika ada dorongan dari pihak lain yang menimbulkan perpecahan, kita tidak mudah terprovokasi karena sudah saling mengenal dan menguatkan. Bahkan, kita bisa saling menularkan ‘virus’ kebaikan lainnya,” tambahnya.
Sementara itu Syafira Khairani, Program Officer Promoting Tolerance and Respect for Diversity INFID, menekankan bahwa kegiatan ini diharapkan menjadi wadah peningkatan kapasitas, baik secara kognitif maupun afektif, bagi peserta ToT yang juga merupakan aktivis keberagaman. “Dengan begitu, perdamaian dapat lebih mendalam dilihat melalui lensa GEDSI yang memperhatikan pengalaman khas perempuan dan kelompok yang termarjinalkan,” jelas Syafira.
Syafira juga berharap bahwa para peserta ToT dapat mereplikasi pelatihan ini melalui organisasi atau komunitas masing-masing, sehingga memberikan dampak yang lebih signifikan terhadap penyadaran peran perempuan dalam membina masyarakat yang inklusif dan damai. “Kepemimpinan perempuan seharusnya tidak perlu dipertanyakan lagi, karena setiap agama memberikan penghargaan dan kemuliaan bagi peran perempuan dalam ranah-ranah strategis,” tambahnya.
Melalui kegiatan ini, PW Fatayat NU Jawa Barat terus berkomitmen untuk mendorong terciptanya masyarakat yang inklusif dan menghargai keberagaman, sesuai dengan semangat Islam Rahmatan Lil Alamin.