Kutub.co-Di sebuah ruangan kecil di kota pelabuhan, seorang perempuan muda menatap senar gitar di tangannya. Jemarinya menari pelan, mengalunkan nada-nada lembut yang menenangkan telinga. Namun, di balik suara yang indah itu, hatinya tengah berkecamuk.
Namanya Feby Putri Nilam Cahyani penyanyi muda yang dikenal lewat karyanya “Halu.” Banyak orang mengira lagu itu hanyalah kisah cinta yang gagal. Tapi di balik melodi sendu dan liriknya yang jujur, tersembunyi luka yang tak kasat mata.
Feby pernah mengatakan bahwa “Halu” terinspirasi dari penderita skizofrenia mereka yang hidup di antara batas nyata dan khayalan. Ironisnya, perjalanan hidupnya sendiri perlahan menuntunnya ke arah itu, perjuangan antara kewarasan dan kelelahan batin.
Di awal kariernya, Feby sering merasa sendiri. Ketika ketenaran datang begitu cepat, kesepian juga menyusul dengan langkah yang sama. Apartemen yang sunyi, tekanan untuk selalu sempurna, dan pikiran yang tak pernah berhenti berisik membuat Feby perlahan kehilangan dirinya sendiri. Dalam kesunyian itu, ia sempat menyakiti dirinya bukan karena menyerah, tetapi karena tak tahu lagi bagaimana meminta tolong.
Namun, Feby bukan tipe yang berhenti pada luka. Ia mulai menulis lagi bukan hanya lagu, tapi juga tentang dirinya sendiri. Ia menilai, mengevaluasi, dan berdialog dengan hati yang selama ini ia abaikan.
Bagi Feby, berdamai dengan masa lalu berarti merangkul luka, bukan menolaknya. Dari sanalah lahir lagu “Lara,” sebuah refleksi dari perjalanan penyembuhan diri.
Kini, suaranya bukan sekadar hiburan. Ia bernyanyi bukan untuk menutupi sakitnya, tapi untuk menyembuhkan bagi dirinya dan bagi mereka yang mendengarkan. Setiap nada menjadi pelukan kecil, setiap lirik menjadi pengingat bahwa semua orang bisa sembuh, perlahan.
Dan di antara bait-bait lagunya, ada pesan yang selalu ia sampaikan
“Setiap orang punya luka, dan setiap luka punya waktu untuk sembuh.”
Penulis: ii Nuraeni
